Minggu, 27 Januari 2013

Laporan Pendahuluan Asma

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN ASMA BRONKIAL

1.      Pengartian
Asma Bronkial adalah penyakit pernafasan obstruktif yang ditandai oleh spame akut otot polos bronkiolus. Hal ini menyebabkan obsktrusi aliran udara dan penurunan ventilasi alveolus.( Huddak & Gallo, 1997 )
Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana trakea dan bronchi berspon dalamsecara hiperaktif terhadap stimuli tertentu.   ( Smeltzer, 2002 : 611)
Asma adalah obstruksi jalan nafas yang bersifat reversibel, terjadi ketika bronkus mengalami inflamasi/peradangan dan hiperresponsif. (Reeves, 2001 : 48)

2.      Penyebab
a.       Faktor Ekstrinsik (asma imunologik / asma alergi)
-         Reaksi antigen-antibodi
-         Inhalasi alergen (debu, serbuk-serbuk, bulu-bulu binatang)
b.       Faktor Intrinsik (asma non imunologi / asma non alergi)
-         Infeksi : parainfluenza virus, pneumonia, mycoplasmal
-         Fisik : cuaca dingin, perubahan temperatur
-         Iritan : kimia
-         Polusi udara : CO, asap rokok, parfum
-         Emosional : takut, cemas dan tegang
-         Aktivitas yang berlebihan juga dapat menjadi faktor pencetus.
(Suriadi, 2001 : 7)
3.      TANDA DAN GEJALA
1.       Stadium dini
Faktor hipersekresi yang lebih menonjol
a. Batuk dengan dahak bisa dengan maupun tanpa pilek
b. Rochi basah halus pada serangan kedua atau ketiga, sifatnya hilang timbul
c. Whezing belum ada
d.Belum ada kelainan bentuk thorak
e. Ada peningkatan eosinofil darah dan IG E
f.  BGA belum patologis

Faktor spasme bronchiolus dan edema yang lebih dominan

a.       Timbul sesak napas dengan atau tanpa sputum
b.      Whezing
c.       Ronchi basah bila terdapat hipersekresi
d.      Penurunan tekanan parsial O2
2. Stadium lanjut/kronik
a.       Batuk, ronchi
b.       Sesak nafas berat dan dada seolah –olah tertekan
c.       Dahak lengket dan sulit untuk dikeluarkan
d.      Suara nafas melemah bahkan tak terdengar (silent Chest)
e.       Thorak seperti barel chest
f.        Tampak tarikan otot sternokleidomastoideus
g.       Sianosis
h.       BGA Pa O2 kurang dari 80%
i.         Ro paru terdapat peningkatan gambaran bronchovaskuler kanan dan kiri
j.         Hipokapnea dan alkalosis bahkan asidosis respiratorik
 (Halim Danukusumo, 2000, hal 218-229)
 5.      Tanda dan gejala
            Bising mengi (wheezing) yang terdengar dengan/tanpa stetoskop
            Batuk produktif, sering pada malam hari
            Nafas atau dada seperti tertekan, ekspirasi memanjang
             
6.      Pemeriksaan penunjang
            Spirometri
            Uji provokasi bronkus
            Pemeriksaan sputum
            Pemeriksaan cosinofit total
            Uji kulit
            Pemeriksaan kadar IgE total dan IgE spesifik dalam sputum
            Foto dada
            Analisis gas darah

7.      Pengkajian
a.       Awitan distres pernafasan tiba-tiba
       -  Perpanjangan ekspirasi mengi
       -  Penggunaan otot-otot aksesori             
       -  Perpendekan periode inpirasi
       -  Sesak nafas
 -  Restraksi interkostral dan esternal   
 -  Krekels
b.      Bunyi nafas : mengi, menurun, tidak terdengar
c.       Duduk dengan posisi tegak : bersandar kedepan
d.      Diaforesis
e.       Distensi vera leher
f.       Sianosis : area sirkumoral, dasar kuku
g.      Batuk keras, kering : batuk produktif sulit
h.      Perubahan tingkat kesadaran
i.        Hipokria
j.        Hipotensi
k.      Pulsus paradoksus > 10 mm
l.        Dehidrasi
m.    Peningkatan anseitas : takut menderita, takut mati

8.      Diagnosa Keperawatan Yang Mung
   Tidak efektifnya bersihan jalan nafas b.d bronkospasme : peningkatan produksi sekret, sekresi tertahan, tebal, sekresi kental : penurunan energi/kelemahan
                        Kerusakan pertukaran gas b.d gangguan suplai oksigen, kerusakan alveoli
                        Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d penurunan masukan oral
                        Kurang pengetahuan b.d kurang informasi/tidak mengenal sumber informasi
                         
9.      Intervensi Keperawatan
            DP       : Tidak efektifnya bersihan jalan nafas
Tujuan : Bersihan jalan nafas efektif
KH      : - Mempertahankan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih/jelas
              - Menunjukkan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan nafas
                 mis : batuk efektif dan mengeluarkan sekret
Intervensi
Ø  Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas, mis; mengi, krekels, ronki
Ø  Kaji/pantau frekuensi pernafasan
Ø  Catat adanya/derajat diespnea  mis : gelisah, ansietas, distres pernafasan, penggunaan otot bantu
Ø  Kaji pasien untuk posisi yang nyaman mis : peninggian kepala tempat tidur, duduk pada sandaran tempat tidur
Ø  Pertahankan polusi lingkungan minimum
Ø  Dorong/bantu latihan nafas abdomen/bibir
Ø  Observasi karakteristik batuk mis : menetap, batuk pendek, basah
Ø  Tingkatkan masukan cairan sampai 3000 ml/hr ss toleransi jantung dan memberikan air hangat, anjurkan masukkan cairan sebagai ganti makanan
Ø  Berikan obat sesuai indikasi
Ø  Awasi/buat grafik seri GDA, nadi oksimetri, foto dada

            DP       :  Kerusakan pertukaran gas
Tujuan :  Pertukaran gas efektie dan adekuat
KH      :  -Menunjukkan perbaikan vertilasi dan oksigen jaringan adekuat dalam rentang normal dan bebas gejala distres pernafasan
               -Berpartisipasi dalam program pengobatan dalam tingkat kemampuan /situasi                             
Intervensi
Ø  Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan, catat penggunaan otot aksesori, nafas bibir, ketidak mampuan bicara/berbincang
Ø  Tingguikan kepala tempat tidur, pasien untuk memilih posisi yang mudah untuk bernafas, dorong nafas dalam perlahan / nafas bibir sesuai kebutuhan / toleransi individu.
Ø  Dorong mengeluarkan sputum : penguapan bila diindikasikan.
Ø  Auskultasi bunyi nafas, catat area penurunan aliran udara dan / bunyi tambahan.
Ø  Awasi tingkat kesadaran / status mental, selidiki adanya perubahan.
Ø  Evaluasi tingkat toleransi aktivitas.
Ø  Awasi tanda vital dan irama jantung.
Ø  Awasi / gambarkan seri GDA dan nadi oksimetri.
Ø  Berikan oksigen yang ssi idikasi hasil GDA dan toleransi pasien.

C.     DP          : Perubahan nutrisi kurang dari tubuh
         Tujuan    : Kebutuhan nutrisi terpenuhi
         Kh          : -   Menunjukan peningkatan BB
                          -   Menunjukan perilaku / perubahan pada hidup untuk meningkatkan dan / mempertahanka berat yang tepat.
Intervensi :
Kaji kebiasaan diet, masukan makanan, catat derajat kesulitan makan, evaluasi BB.
Avskultasi bunyi usus.
Berikan perawatan oral sering, buang sekret.
Dorong periode istirahat, 1jam sebelum dan sesudah makan berikan makan porsi kecil tapi sering.
Hindari makanan penghasil gas dan minuman karbonat.
Hindari maknan yang sangat panas / dingin.
Timbang BB sesuai induikasi.
Kaji pemeriksaan laboratorium, ex : alb.serum.

D.     DP          : Kurang  pengetahuan
         Tujuan     : Pengetahuan miningkat
         KH         : -  Menyatakan pemahaman kondisi / proses penyakit dan tindakan.
                           -  Mengidentifikasi hubungan tanda / gejala yang ada dari proses penyakit dan menghubung dengan faktor penyebab.
                           -  Melakukan perubahan pola hidup dan berparisipasi dalam program pengobatan.
         Intervensi:
                        Jelaskan proses penyakit individu dan keluarga
                        Instrusikan untuk latihan nafas dan batuk efektif.
Diskusikan tentang obat yang digunakan, efek samping, dan reaksi yang tidak diinginkan
Beritahu tehnik pengguanaan inhaler ct : cara memegang, interval semprotan, cara membersihkan.
                        Tekankan pentingnya perawatan oral/kebersihan gigi
Beritahu efek bahaya merokok dan nasehat untuk berhenti merokok pada klien atau orang terdekat
                        Berikan informasi tentang pembatasan aktivitas.


 Daftar Pustaka

Arif Mansyoer(1999). Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga. Jilid I. Media    Acsulapius. FKUI. Jakarta.

Heru Sundaru(2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi Ketiga. BalaiPenerbit FKUI. Jakarta.

Hudack&gallo(1997). Keperawatan Kritis Edisi VI Vol I. Jakarta. EGC.

Doenges, EM(2000). Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta. EGC.

Tucker, SM(1998). Standar Perawatan Pasien. Jakarta. EGC.





HIRSPRUNG / MEGA COLON


HIRSPRUNG / MEGA COLON


A.    Pengertian

Ada beberapa pengertian mengenai Mega Colon, namun pada intinya sama yaitu penyakit yang disebabkan oleh obstruksi mekanis yang disebabkan oleh tidak adekuatnya motilitas pada usus sehingga tidak ada evakuasi usus spontan dan tidak mampunya spinkter rectum berelaksasi.
Hirschsprung atau Mega Colon adalah penyakit yang tidak adanya sel – sel ganglion dalam rectum atau bagian rektosigmoid Colon. Dan ketidak adaan ini menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya peristaltik serta tidak adanya evakuasi usus spontan ( Betz, Cecily & Sowden : 2000 ). Penyakit Hirschsprung atau Mega Kolon adalah kelainan bawaan penyebab gangguan pasase usus tersering pada neonatus, dan kebanyakan terjadi pada bayi aterm dengan berat lahir £ 3 Kg, lebih banyak laki – laki dari pada perempuan. ( Arief Mansjoeer, 2000 ).

B.     Etiologi

Adapun yang menjadi penyebab Hirschsprung atau Mega Colon itu sendiri adalah diduga terjadi karena faktor genetik dan lingkungan sering terjadi pada anak dengan Down syndrom, kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding usus, gagal eksistensi, kranio kaudal pada myentrik dan sub mukosa dinding plexus.

C.    Patofisiologi
Istilah congenital aganglionic Mega Colon menggambarkan adanya kerusakan primer dengan tidak adanya sel ganglion pada dinding sub mukosa kolon distal. Segmen aganglionic hampir selalu ada dalam rectum dan bagian proksimal pada usus besar. Ketidakadaan ini menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya gerakan tenaga pendorong ( peristaltik ) dan tidak adanya evakuasi usus spontan serta spinkter rectum tidak dapat berelaksasi sehingga mencegah keluarnya feses secara normal yang menyebabkan adanya akumulasi pada usus dan distensi pada saluran cerna. Bagian proksimal sampai pada bagian yang rusak pada Mega Colon ( Betz, Cecily & Sowden, 2002:197).
Semua ganglion pada intramural plexus dalam usus berguna untuk kontrol kontraksi dan relaksasi peristaltik secara normal.
Isi usus mendorong ke segmen aganglionik dan feses terkumpul didaerah tersebut, menyebabkan terdilatasinya bagian usus yang proksimal terhadap daerah itu karena terjadi obstruksi dan menyebabkan dibagian Colon tersebut melebar ( Price, S & Wilson, 1995 : 141 ).
 
D.    Manifestasi Klinis
Bayi baru lahir tidak bisa mengeluarkan Meconium dalam 24 – 28 jam pertama setelah lahir. Tampak malas mengkonsumsi cairan, muntah bercampur dengan cairan empedu dan distensi abdomen. (Nelson, 2000 : 317).
Gejala Penyakit Hirshsprung adalah obstruksi usus letak rendah, bayi dengan Penyakit Hirshsprung dapat menunjukkan gejala klinis sebagai berikut. Obstruksi total saat lahir dengan muntaah, distensi abdomen dan ketidakadaan evakuasi mekonium. Keterlambatan evakuasi meconium diikuti obstruksi konstipasi, muntah dan dehidrasi. Gejala rigan berupa konstipasi selama beberapa minggu atau bulan yang diikuti dengan obstruksi usus akut. Konstipasi ringan entrokolitis dengan diare, distensi abdomen dan demam. Adanya feses yang menyemprot pas pada colok dubur merupakan tanda yang khas. Bila telah timbul enterokolitis nikrotiskans terjadi distensi abdomen hebat dan diare  berbau busuk yang dapat berdarah ( Nelson, 2002 : 317 ).
1.      Anak – anak
a      Konstipasi
b      Tinja seperti pita dan berbau busuk
c      Distenssi abdomen
d     Adanya masa difecal dapat dipalpasi
e      Biasanya tampak kurang nutrisi dan anemi ( Betz cecily & sowden, 2002 : 197 ).
2.      Komplikasi
a      Obstruksi usus
b     Konstipasi
c      Ketidak seimbangan cairan dan elektrolit
d     Entrokolitis
e      Struktur anal dan inkontinensial ( pos operasi ) ( Betz cecily & sowden, 2002 : 197 )

E.     Pemeriksaan Penunjang
1.      Pemeriksaan dengan barium enema, dengan pemeriksaan ini akan bisa ditemukan :
a      Daerah transisi
b     Gambaran kontraksi usus yang tidak teratur di bagian usus yang menyempit
c      Entrokolitis padasegmen yang melebar
d     Terdapat retensi barium setelah 24 – 48 jam ( Darmawan K, 2004 : 17 )
2.      Biopsi isap
Yaitu mengambil mukosa dan sub mukosa dengan alat penghisap dan mencari sel ganglion pada daerah sub mukosa ( Darmawan K, 2004 :17 )
3.      Biopsi otot rektum
Yaitu pengambilan lapisan otot rektum
4.      Periksaan aktivitas enzim asetil kolin esterase dari hasil biobsi isap pada penyakit ini khas terdapat peningkatan, aktifitas enzimasetil kolin esterase ( Darmawan K, 2004 : 17 )
5.      Pemeriksaan aktivitas norepinefrin dari jaringan biopsi usus
( Betz, cecily & Sowden, 2002 : 197 )
6.      Pemeriksaan colok anus
Pada pemeriksaan ini jari akan merasakan jepitan dan pada waktu tinja yang menyemprot. Pemeriksaan ini untuk mengetahu bahu dari tinja, kotoran yang menumpuk dan menyumbat pada usus di bagian bawah dan akan terjadi pembusukan.

F.     Penatalaksanaan
1.      Medis
Penatalaksaan operasi adalah untuk memperbaiki portion aganglionik di usus besar untuk membebaskan dari obstruksi dan mengembalikan motilitas usus besar sehingga normal dan juga fungsi spinkter ani internal.
Ada dua tahapan dalam penatalaksanaan medis yaitu :
a      Temporari ostomy dibuat proksimal terhadap segmen aganglionik untuk melepaskan obstruksi dan secara normal melemah dan terdilatasinya usus besar untuk mengembalikan ukuran normalnya.
b     Pembedahan koreksi diselesaikan atau dilakukan lagi biasanya saat berat anak mencapai sekitar 9 Kg ( 20 pounds ) atau sekitar 3 bulan setelah operasi pertama (  Betz Cecily & Sowden 2002 : 98 )
Ada beberapa prosedur pembedahan yang dilakukan seperti Swenson, Duhamel, Boley & Soave. Prosedur Soave adalah salah satu prosedur yang paling sering dilakukan terdiri dari penarikan usus besar yang normal bagian akhir dimana mukosa aganglionik telah diubah ( Darmawan K 2004 : 37 )
2.      Perawatan
Perhatikan perawatan tergantung pada umur anak dan tipe pelaksanaanya bila ketidakmampuan terdiagnosa selama periode neonatal, perhatikan utama antara lain :
a             Membantu orang tua untuk mengetahui adanya kelainan kongenital pada anak secara dini
b             Membantu perkembangan ikatan antara orang tua dan anak
c             Mempersiapkan orang tua akan adanya intervensi medis ( pembedahan )
d            Mendampingi orang tua pada perawatan colostomy setelah rencana pulang ( FKUI, 2000 : 1135 )
Pada perawatan preoperasi harus diperhatikan juga kondisi klinis anak – anak dengan mal nutrisi tidak dapat bertahan dalam pembedahan sampai status fisiknya meningkat. Hal ini sering kali melibatkan pengobatan simptomatik seperti enema. Diperlukan juga adanya diet rendah serat, tinggi kalori dan tinggi protein serta situasi dapat digunakan nutrisi parenteral total ( NPT )

Konsep Tumbuh Kembang Anak
Konsep tumbuh kembang anak difokuskan pada usia todler yakni 1 – 3 tahun bisa juga dimasukkan dalam tahapan pre operasional yakni umur 2 – 7 tahun. Menurut Yupi. S ( 2004 ) berdasarkan teori peaget bahwa masa ini merupakan gambaran kongnitif internal anak tentang dunia luar dengan berbagai kompleksitasnya yang tumbuh secara bertahap merupakan suatu masa dimana pikiran agak terbatas. Anak mampu menggunakan simbul melalui kata – kata, mengingat sekarang dan akan datang. Anak mampu membedakan dirinya sendiri dengan objek dalam dunia sekelilingnya baik bahasa maupun pikiranya bercirikan egesenterisme, ia tidak mahu menguasai ide persamaan terutama berkaitan dengan masalah–masalah secara logis, tetapi dalam situasi bermain bebas ia cenderung untuk memperlihatkan perilaku logis dan berakal sehat pada tahap ini akan mulai mengenal tubuhnya
Pertumbuhan berkaitan dengan masalah perubahan dalam besar, jumlah, ukuran atau dimensi tingkat sel, organ maupun individu yang dapat diukur dengan ukuran berat ( gram, pounnd, kilogram ). Ukuran panjang ( cm, meter ). Umur tulang dan keseimbangan metabolik ( retensi kalium dan nitrogen tubuh ). Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan dalam struktur dan fungsi yang lebih komplek dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan sebagai hasil dari proses pematangan ( Soetjiningsih, 1998: 1 ).
Pada pertumbuhan fisik dapat dinilai pertambahan berat badan sebanyak 2,2 Kg/ tahun dan tinggi badan akan bertambah kira – kira 7,5 cm/ tahun. Proporsi tumbuh berubah yaitu lengan dan kaki tumbuh lebih cepat dari pada kepala dan badan lorosis lumbal pada medulla spinalis kurang terlihat dan tungkai mempunyai tampilan yang bengkok. Lingkar kepala meningkat 2,5 cm/ tahun dan fontanella anterior menutup pada usia 15 bulan. Gigi molar pertama dan molar kedua serta gigi taring mulai muncul ( Betz & Sowden, 2002: 546 ).   

1.    Strategi Pengurangan Dampak Hospitalisasi Pada Usia Todler

Pada usia todler anak cenderung egosentris maka dalam menjelaskan prosedur dalam hubungan dengan cara apa yang akan anak lihat, dengar, bau, raba dan rasakan. Katakan pada anak tidak apa- apa menangis atau gunakan ekspresi verbal untuk mengatakan tidak nyaman.
Pada usia ini juga mengalami keterbatasan kemampuan berkomunikasi lebih sering menggunakan perilaku atau sikap. Sedikit pendekatan yang sederhana menggunkan contoh peralatan yang kecil ( ijinkan anak untuk memegang peralatan ) menggunakan permainan.
Pada usia ini menjadikan hubungan yang sulit antara anak dengan perawat diperlukan orang tua pada keadaan ini, apapun cara yang dilakukan anaka harus merupakan pertimbangan pertama. Ibu harus didorong untuk tinggal atau paling sedikit mengunjungi anaknya sesering mungkin ( Yupi, S 2004

2.        Fokus Intervensi
a.    Konstipasi berhubungan dengan obstruksi ketidakmampuan Kolon mengevakuasi feces ( Wong, Donna, 2004 : 508 )
Tujuan :
1. anak dapat melakukan eliminasi dengan beberapa adaptasi sampai fungsi eliminasi secara normal dan bisa dilakukan
Kriteria Hasil
1.      Pasien dapat melakukan eliminasi dengan beberapa adapatasi
2.      Ada peningkatan pola eliminasi yang lebih baik
Intervensi :
1.      Berikan bantuan enema dengan cairan Fisiologis NaCl 0,9 %
2.      Observasi tanda vital dan bising usus setiap 2 jam sekali
3.      Observasi pengeluaran feces per rektal – bentuk, konsistensi, jumlah
4.      Observasi intake yang mempengaruhi pola dan konsistensi feses
5.      Anjurkan untuk menjalankan diet yang telah dianjurkan
b.    Perubahan nutrisi kurang dan kebutuhan tubuh berhubungan dengan saluran pencernaan mual dan muntah
Tujuan :
1. Pasien menerima asupan nutrisi yang cukup sesuai dengan diet yang dianjurkan
Kriteria Hasil
1.    Berat badan pasien sesuai dengan umurnya
2.    Turgor kulit pasien lembab
3.    Orang tua bisa memilih makanan yang di anjurkan
Intervensi
1.      Berikan asupan nutrisi yang cukup sesuai dengan diet yang dianjurkan
2.      Ukur berat badan anak tiap hari
3.      Gunakan rute alternatif pemberian nutrisi ( seperti NGT dan parenteral ) untuk mengantisipasi pasien yang sudah mulai merasa mual dan muntah
c.    Resiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan intake yang kurang (Betz, Cecily & Sowden 2002:197)
Tujuan :
1. Status hidrasi pasien dapat mencukupi kebutuhan tubuh
Kriteria Hasil
1.    Turgor kulit lembab.
2.    Keseimbangan cairan.
Intervensi
1.    Berikan asupan cairan yang adekuat pada pasien
2.    Pantau tanda – tanda cairan tubuh yang tercukupi turgor, intake – output
3.    Observasi adanay peningkatan mual dan muntah antisipasi devisit cairan tubuh dengan segera
d.   Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit dan pengobatanya. ( Whaley & Wong, 2004 ).
Tujuan : pengetahuan pasien tentang penyakitnyaa menjadi lebih adekuat
Kriteria hasil :
1.      Pengetahuan pasien dan keluarga tentang penyakitnyaa, perawatan dan obat – obatan. Bagi penderita Mega Colon meningkat daan pasien atau keluarga mampu menceritakanya kembali
Intervensi
1.         Beri kesempatan pada keluarga untuk menanyakan hal – hal yang ingn diketahui sehubunagndengan penyaakit yang dialami pasien
2.         Kaji pengetahuan keluarga tentang Mega Colon
3.         Kaji latar belakang keluarga
4.         Jelaskan tentang proses penyakit, diet, perawatan serta obat – obatan pada keluarga pasien
5.         Jelaskan semua prosedur yang akan dilaksanakan dan manfaatnya bagi pasien
Menggunakan liflet aatau agmbar dalam menjelaskan ( Suriadi & Yuliani, 2001: 60 ).

DAFTAR PUSTAKA
A. Price, S. (1995). Patofisiologi. Jakarta: EGC
Arief Mansjoer( 2000 ), Kapita Selekta Kedokteran, edisi 3, Jakarta : Media Aesculapius FKUI
Betz, Cecily & Sowden. ( 2002 ). Buku Saku Keperawatan Pediatrik, Alih bahasa Jan Tambayong. Jakarta : EGC
Carpenito. LJ ( 2001 ). Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 8. Alih bahasa Monica Ester. Jakarta : EGC
Darmawan K ( 2004 ). Penyakit Hirschsprung. Jakarta : sagung Seto.
Hambleton, G ( 1995 ). Manual Ilmu Kesehatan Anak di RS. Alih bahasa Hartono dkk. Jakarta : Bina Rupa Aksara
Nelson, W. ( 2000 ). Ilmu Kesehatan Anak. Alih Bahasa A Samik Wahab. Jakarta : EGC
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI ( 2000 ). Ilmu Kesehatan Anak I. Jakarta : Infomedika Jakaarta.
Suherman. ( 2000 ). Buku Saku Perkembanagn Anak. Jakarta : EGC
Suryadi dan Yuliani, R ( 2001 ) Asuhan Keperwatan Pada Anak. Jakarta : CV. Sagung Seto
Wong, Donna ( 2004 ). Keperawatan Pediatrik. Alih Bahasa Monica Ester. Jakarta : EGC
Yupi, S. (2004). Konsep dasar keperawatan anak. Jakarta: EGC